Site Network: Personal | My Company | Artist projects | Shop

 

senyum itu baik



balekambang

kami menyebutnya balekambang, dari kata bale (bangunan) dan kambang (mengambang di atas air). sejatinya bangunan itu terbuat dari bilik bambu, beratap sirap, dengan ubin palupuh (bambu utuh yang dipipihkan), aki mendirikannya di atas kolam ikan di depan rumah. bangunan itu kami pakai sebagai musalla kecil, tempat solat ketika hujan turun lebat, dan kami tak bisa pergi ke mesjid yang jauh.
sebelumnya, balekambang itu dipakai nini siti, kakak perempuan aki, untuk menghabiskan sisa umurnya dengan berkhalwat. bertahun-tahun nini siti tinggal disitu, hari-harinya hanya solat, dzikir dan mengaji, sampai maut menjemputnya.

buat saya, balekambang tak bermakna sesederhana itu.

di balekambang itu aki menyimpan kitab-kitab cerita lamanya, kebanyakan kitab-kitab saduran dari cerita-cerita yang terdapat dalam alqur’an yang ditulis dengan huruf pegon (bahasa sunda dengan huruf arab), kisah para nabi, dan manusia-manusia terdahulu, saya paling suka cerita khidr dan ashabul kahfi. beberapa buku tua berbahasa belanda, tetapi saya tidak bisa membacanya tentu saja.
di balekambang itu aki mengajari saya mengaji, membaca alqur’an dan kitab-kitab kuno, yang berisi pengantar pada tauhid, hukum syara’, sampai kaidah-kaidah berbahasa arab, nahwa dan sharaf. aki mendidik keras sekali. jika malas, saya tidak boleh masuk rumah, dan menghabiskan malam di balekambang itu.
sejujurnya, menghabiskan malam di balekambang itu sangat menyenangkan. meski dihukum, pasti nini mengantarkan makan malam yang lebih enak dari biasanya. hanya saja angin malam yang dingin menggigit dan nyamuk sering menjadikannya kurang menyenangkan, namun itulah pasti tujuan diciptakannya selimut dan obat nyamuk.
dulu, banyak sekali pengembara yang lewat di kampung kami. biasanya mereka numpang menginap di mesjid, kemudian bertamu ke rumah aki, setelah itu biasanya mereka menginap berhari-hari di balekambang, aki mencukupi kebutuhan makan minum mereka, gratis tentu saja.
di masa kecil, saya sudah banyak sekali bertemu berbagai jenis pengembara. kebanyakan dari mereka orang-orang gelisah, sebagian lagi orang-orang yang gagal dalam hidup bermasyarakat dan memilih mengasingkan diri dengan mengembara. sebagian kecil, jenis pengembara yang saya sukai, orang-orang mapan yang suka bersedekah, mereka mengembara untuk mencari orang-orang yang butuh bantuan. siapa pun mereka, biasanya membawa cerita tentang tempat-tempat jauh yang telah mereka kunjungi, sebagian menceritakannya dengan sangat menarik, membuat air liur petualangan saya deras mengalir. beragam jenis cara ibadah pun mereka perlihatkan sehari-harinya. ada yang bodoh sekali, ada pula yang pintar sekali, namun sebagian besar dari mereka biasa-biasa saja. beberapa dari mereka menjadi santri aki, dan tinggal dalam waktu yang lama.
setelah aki meninggal, saya tinggal di perantauan. seringkali saya pulang kampung hanya untuk tidur di balekambang itu. menghabiskan malam bulan terang, memancing ikan mas dari jendelanya, lalu memasak nasi liwet di serambinya. rutinitas kota yang penat biasanya lenyap begitu saja.
jika ditanya, apa bangunan yang paling sering terbawa mimpi, pasti saya jawab balekambang itu. bangunan sederhana yang telah menjelma musalla kecil dalam hati. ingatan yang mengendap, yang selalu membuat saya merasa malu jika berlupa pada sang khalik pada saat bersuka. di situ bangunan keimanan bermula. bilik dan jendela kayunya pasti kelak bersaksi, dan pasti memaki jika saya lupa diri.

sudah 4 lebaran lewat, bangunan itu diratakan dengan tanah. bencana banjir bandang di gunung meratakan mata air yang mengairi kolam-kolam di kampung kami. kolam kering membuat bale tak lagi kambang.

setiap pulang kampung, saya hanya menyaksikan kolam yang kering, tiang balekambang yang dibiarkan tersisa, rumah aki yang kosong.

kini semuanya telah berpindah tempat ke dalam diri, menjadi musalla kecil dalam hati, yang tetap saya bawa kemanapun pergi.

posted by wonka @ 1:08 PM, ,




kau antar aku ke norbulingka

menjelang malam ketika kaki menjejak lhasa. senja temaram, merah pucat matari di puncak himalaya, sinarnya seperti suara sayup dari kejauhan, sayu dan redup. pesona putih puncak dingin yang agung, hapus lelah, berganti rindu pada relung-relung kota tua di ketinggian itu. istana langit para dewa kuna.
puji putih, hanyutkan haru biruku. hati pun larut..tak lagi beku.
kutunggu di norbulingka, katamu taun lalu. kau masih tetap rahib tua yang menanti pulang dalai lama, tenzing yang suci, pria tangguh jelmaan budha. tapi kuingin ke pottala, jenguk istana putih jelmaan agung himalaya. kepala menunduk, jari manis bertemu jari manis tersilang di dada, salam takzim yang di duniaku kusebut tawadhu’, kau sedia mengantarku.
aku bukan pencari shangri-la, aku tak rindu shambala. aku hanya tunaikan rindu pada atap dunia. himalaya hanya mahluk yang tercipta, shangri-la hanya jiwa-jiwa yang direka. buatku bukan, bukan itu yang kucari. rindu hati dan jiwa ini telah larut sejak dulu, hanya padaMu, dan pada alam yang megah ini hanya cara merinduMu, Sang Khalik, yang membuatku mewujud, hanya untuk bersujud.

bukan, aku bukan pengembara yang merindu shambala.
aku telah menemukan shangri-la di dalam jiwa.


*lhasa adalah ibu kota tibet.
*pottala dan norbulingka adalah kota tua yang disucikan oleh penganut budha.
*shangri-la dan shambala, adalah komunitas surgawi yang dipercaya berada di ketinggian himalaya.

posted by wonka @ 12:25 PM, ,




ibu

saya bersyukur dilahirkan perempuan sederhana itu, ibu saya bukan orang pintar, pendidikannya pun tak tinggi. masa kecilnya dihabiskan dari rumah sakit ke rumah sakit, paling lama di sanatorium lembang dan cicendo. karena sakit-sakitan, sr saja ia tak tamat. kata aki, ibu saya anak cerdas. karena sakitnya, kandas lah harapannya sekolah di negeri belanda. ibu jadi perempuan desa.

ibu saya perempuan pantang menyerah. karena tak sekolah, sejak muda ia memutuskan jadi petani mendampingi aki. sampai datang lelaki desa yang sederhana menyuntingnya, ia ayah saya.

ibu dan ayah pergi ke kota dengan segunung harapan. jadilah sejoli itu perantau muda di jakarta. banyak kisah tertoreh, banyak luka, lebih banyak bahagia.

bermanfaat bagi orang lain, itu cita-cita mereka. meski sederhana, sepertinya cita-cita itu sudah terwujud. setidaknya buat kami, anak-anaknya.

kini ibu beranjak tua. meski nampak lelah, ia bukan perempuan lelah. ia tetap saja pantang menyerah. meski sudah ditinggal ayah, kehidupan tak lantas membuatnya kalah.

besok, ibu berulang tahun ke 65.
tuan dan puan yang baik hati, saya minta do'a baiknya.

posted by wonka @ 7:01 PM, ,