Site Network: Personal | My Company | Artist projects | Shop

 

senyum itu baik



pendidikan kita

setiap membaca kabar tentang Ujian Nasional buat sekolah-sekolah di negeri kita, seperti ada “kesumat” perih di hati. penyeragaman hasil pendidikan yang salah kaprah. mencetak manusia yang salah kaprah. hasilnya negara yang salah kaprah. sudahlah...

karena dinilai kebodohan saya dibawah standar “kebodohan” yang bisa dimaafkan di sekolah itu, berkali-kali saya terancam dikeluarkan. hanya karena saya bisa menulis di koran saja yang membuat saya bertahan. meski kenyataannya cukup pahit jika diingat. sampai kelas 2 smp, saya tidak naik kelas 2 kali berturut-turut, pada tahun ketiga saya dikeluarkan dari sekolah itu dengan predikat murid bodoh yang memalukan. bikin malu para guru saja. untung saja umur saya terlalu muda ketika mulai sekolah SD (karena di kampung tak ada TK, umur 5 tahun saya masuk SD Inpres dan pernah loncat dari kelas 3 ke kelas 5).kejadian itu membuat saya trauma pada pendidikan formal. hasilnya saya menggelandang, keluar dari rumah. main musik dari kota ke kota (dulu saya terobsesi menjadi rockstar seperti dave mustaine). beruntung, ayah masih mau membekali saya buku-buku bekasnya. dari buku-buku beliau dan pasar buku loak lah akhirnya saya “sekolah”.

menginjak usia 16, ayah menawari saya kuliah. bagaimana mungkin? pendidikan saya hanya sampai kelas 2 smp, itu pun dikeluarkan dengan predikat “si bodoh” yang tidak tahu diri. namun ternyata semua bisa disiasati, saya bisa ikut ujian persamaan smp dan setahun kemudian saya kuliah dengan ijazah sma persamaan. Indonesia memang ajaib!

beruntung saya ketemu kampus yang cukup manusiawi, hingga kesialan saya di pendidikan menengah tidak berlanjut. kampus kecil sekali, hanya menerima 30 orang mahasiswa pertahun. 3 tahun lebih sedikit selesai studi, dan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi di luar indonesia hingga saat ini, hari-hari terakhir masa studi saya di negeri orang.

saya selalu berpikir, bagaimana nasib murid-murid bodoh seperti saya di sekolah-sekolah indonesia, dengan kurikulum yang seragam namun tak tentu arah, apalagi dengan kebijakan UN yang salah kaprah. saya memang beruntung bisa melanjutkan studi, tetapi bukankah tidak semua orang cukup beruntung? apa potensi-potensi yang tidak biasa itu akan dibiarkan hangus, dan tidak berguna buat negeri kita. padahal di banyak negara luar indonesia potensi-potensi yang “tidak biasa” itu mendapat tempat yang selayaknya.

posted by wonka @ 2:49 PM,

3 Comments:

At Sabtu, Desember 16, 2006 9:24:00 PM, Blogger Mamah Ani said...

whaduh, ternyata masih banyak anak muda yang mau mikir tentang dunia pendidikan kita ya
memang, pendidikan kita memprihatinkan, masih mending jaman aku kecil dulu, ada SKP,SKKA,SMEP,SMEA,SAA,Sekolah Teknik tingkat SMP dll dll, nggak seragam kayak sekarang, semua anak kudu hafal rumus fisika, kimia, matematik, dll dll, udah lulus SMA malah dagang rambutan...heuheuheu, atuh belajar berhitung aja cukup
apalagi UN, yang katanya 2007, anak anak kudu lulus minimal nilai 5 untuk tiap mata pelajaran yang diujikan....ampyuuuuun, ada anak matematika 9, bahasa inggris 4.9, nggak akan lulus, ada anak bahasa inggris 9, matematika 4, juga nggak akan lulus, padahal, yang bahasanya 5, matematik 5, lulus.....anak menjadi kudu seragam, sama, mirip, homogen....padahal sidik jarinya juga beda kan ??? sok atuh si bedegong didoain jadi mentri pendidikan ya

 
At Sabtu, Desember 16, 2006 9:30:00 PM, Blogger Mamah Ani said...

nyambung nih...aku tuh memang prihatin sama segala sesuatu tentang anak anak, pemegang kendali masa depan, terutama pendidikannya, bayangin, anak anak dirumahnya nggak nyaman, rumah sumpek, ortu bawel bahkan ada kekerasan, mau sekolah nggak ada transport memadai, disekolah gurunya jutek mata pelajarannya aneh aneh memberatkan dan diseragamkan untuk semua anak....whaduuuuuuh....jangan banyak berharap deh kalau kitanya yang saat ini bertanggung jawab ngaco begitu.....sok atuh nu aranom, banyak pegang kendali dengan baik dan benar ya....

 
At Selasa, Desember 19, 2006 9:47:00 AM, Blogger Alex Ramses said...

Kalau sampeyan pernah jadi kutu loncat yang mampu melompat dari kelas 3 ke kelas 5 waktu sd,,, alasan apa yang digunakan untuk mengatakan sampeyan bodoh? Kalu waktu smp udah bisa nulis di koran,,, kok bisa dianggap bodoh. Saya yakin anda termasuk orang aneh (jenius?) bukan bodoh.

Saya punya seorang kawan, master pendidikan yang beberapa kali diajak rapat di depdiknas ngomongin soal kurikulum, tapi pendapatnya gak didengar oleh si menteri. Beliau sering mengeluh tentang kebijakan yang selalu berubah setiap ganti menteri. Tentang standard nilai kelulusan yang terlalu tinggi. Tentang ketidak-fahaman kebanyakan guru di indonesia tentang bagaimana mendidik dan mengajar yang benar.

BEliau memang berpikiran maju,, saya yakin kalau kawan saya ini yagn jadi guru atau kepala sekolah smp anda dulu,,, anda tidak akan dicap bodoh. Kawan saya ini sukses menjadi kepala sekolah Indonesia di Cairo. banyak prestasi sekolah yang dicapai selama kepemimpinannya.

Suatu saat, mendiknas datang ke cairo,, ada dialog di KBRI,, ketika kawan saya ini mengusulkan program2 yagn sangat bagus untuk sekolah, tanggapan dan jawaban si menteri sangat menjijikkan. Saya dengernya jadi kaya kawan saya ini bicara sama anak TK. Tidak ada kepedulian sama sekali tuh menteri.

kalu saya dulu merasa gak sreg dengan kurikulum di indonesia karena kita tidak punya pilihan yang bener2 kita sukai tentang apa yang ingin kita pelajari. banyak kan anak yang sangat hobby ilmu pasti dan gak suka pelajaran2 macam ekonomi, bahasa, pmp, psbb dan lain2 yang gak menarik baginya.

seharunya kalau kurikulumnya dibikin menjurus dan terbatas kan mereka lebih bagus dan nilainya gak akan jatuh gara2 malas ngapalin isi pmp dan psbb dan lain2 itu. akibatnya nilai jadi jatuh di situ. hal2 yang tidak berkenaan langsung dengan jurusan seharusnya tidak usah dijadikan mata pelajaran inti yang ikut dinilai. cukup disuruh baca juga udah ngerti dan faham kok.

Kalau kata pram, pendidikan di indonesia jaman belanda itu jauh lebih modern dan efektif keitmbang sekarang. Jaman belanda, sekolah setingkat sma sekarng mewajibkan murid membaca minimal 50 buku. NEgara2 macam filipina dan malaysia yang sekarang menerapkanya. Indonesia bahkan kalah dengan negara2 asean lainnya.

Embuhlah,, saya dulu gak suka dnegan kurikulum dan cara belajar sekolah2 dan univ di indo,, jadinya sejak lulus SLTA saya nganggur, gak mau kuliah kalau gak ke luar negeri, karena saya pikir kuliah di luar negerio kurikulum dan sistemnya lebih bagus. Ya,, sejak 97 sampai 2000 saya ngalor ngidul ngeband,, kalau sampeya pengen jadi dave mustaine, saya pengen jadi john petrucci.

Sampai akhirnya saya punya uang buat beli tiket ke cairo, tahun 2000 pergi ke cairo. Walah di sini,,m,, sistem kuliahnya ternyata mengecewakan juga. tapi terlanjur,,,

ooppss,, sorry kepanjangan.

 

Posting Komentar

<< Home