Site Network: Personal | My Company | Artist projects | Shop

 

senyum itu baik



rosela di taman pelipur lara

dunia ini seperti terminal, saat ada yang datang, selalu ada yang pergi. sebagai terminal, jadwal datang dan pergi di dunia ini kacau sekali, ada yang datang tanpa dikehendaki, ada yang pergi padahal kehadirannya masih dinanti.

ada yang ditunggu tak kunjung tiba, ada yang hanya menyampah mengotori namun tak jua pergi. namun datang dan pergi adalah niscaya...

tak seperti orang kebanyakan, beruntunglah amrozi, ia sudah punya jadwal pergi. karenanya ia punya banyak waktu berkemas, asal cakap mengemas, tak satu pun bekal akan tertinggal. sedangkan kita, mungkin saja sedang lari tunggang langgang, atau sedang pipis di celana, atau sedang main kerdip-kerdipan mata dengan penumpang lain yang sedap rupa dipandang saat mendapat panggilan pergi, tidak semua urusan di terminal sudah dituntaskan...karena panggilan pergi itu sifatnya memaksa dan pasti.

saya tidak dalam posisi menghakimi imam samudera, mukhlas dan amrozi. salah atau benar biarlah hukum yang menentukan, karena terminal adalah tempat berjumpa sebab dengan akibat, semua tindakan harus dipertanggung jawabkan. dalam hal ini, mereka tidak lari..tentang selepas dari terminal ini kemana mereka pergi, Tuhan saja yang berhak menjawabnya. entah surga atau neraka, tentu saja bukan urusan kita.

seriang apapun pergi, tentu tak luput dari lara meski sembunyi, pada rosela di taman kecil antara sel-sel di lapas batu, mereka adukan lara yang tak didengar oleh angkuh jeruji...kata imam samudera, rosela di taman pelipur lara.

sekali saja, saya ingin berkata kagum pada mereka dari satu sisi. meski nampak putus asa...ada ketegaran menjelang mati yang bikin iri. entahlah benar atau salah prinsipnya, mereka konsisten dengannya.

saya telah memilih sisi sekular dalam hidup, namun saya ragu..apakah bisa setegar mereka menjelang pergi.

salah atau benar mereka, Tuhan jua lah yang kuasa.
innalillahi wa inna ilaihi roji'uun.

posted by wonka @ 3:00 PM,

2 Comments:

At Selasa, November 04, 2008 12:02:00 AM, Blogger Rich said...

Akh...janten muringkak bulu punduk. serahkan semuanya pada YAng Kuasa, kita hanya wajib menjalankannya

 
At Selasa, November 04, 2008 6:21:00 AM, Anonymous Anonim said...

Mengangumkan memang melihat ada orang yang (terlihat dari luar) rileks menghadapi maut. Tahun 2000-an awal Tempo pernah bikin liputan ttg hari-hari terakhir beberapa terpidana mati. Yang mengesankan, ada salah satu dari mereka yang minta dibangunkan 3 jam sebelum dieksekusi, lalu dia bangun untuk merokok dji sam soe dua batang, lalu (bisa) tdr lagi, sebelum akhirnya dibangunkan untuk bener2 di-dor.

Jadi ingat pasasenya Tardji tentang maut yang "Bertimbun luka di badan/Maut menabungKu/ Segobang segobang".

Mereka (terlihat) menikmati segobang demi segobang itu, mungkin seperti kasir yang menerima/mengembalikan recehan.

Cuma mereka yg tahu apakah benar mereka se-rileks itu.

 

Posting Komentar

<< Home